Mengenal TRT Rahasia Pria Awet Muda & Ereksi Kuat!

TRT (Testosterone Replacement Therapy) adalah sebuah prosedur medis sederhana yang sangat diperlukan oleh pria-pria berusia lanjut. Prosedur ini dilakukan oleh banyak tokoh ternama karena manfaat kesehatannya yang luar biasa. Namun, ironisnya, masih banyak pria yang memerlukan TRT tetapi tidak melakukannya karena belum mengetahui dampak baik dari terapi ini. Di artikel kali ini, kita akan membahas apa itu TRT, siapa yang membutuhkan, proses pemberian, durasi terapi, efek samping, dan di mana mendapatkan terapi ini.

Beberapa waktu lalu, saya menonton podcast Close The Door dari Deddy Corbuzier bersama narasumbernya, Canggih Fitra. Dalam podcast tersebut, narasumber secara terbuka menyatakan bahwa ia menjalani prosedur TRT di bawah supervisi dokter langsung. Bayangkan saja, seorang publik figur seperti Deddy Corbuzier, yang sangat peduli dengan kesehatannya, juga menjalani terapi ini.

Di luar negeri, banyak selebritis terkemuka yang juga secara terbuka menjalani TRT, seperti Sylvester Stallone, Joe Rogan, dan Robbie Williams. Jika kita lihat, mereka adalah pria berusia di atas 40 tahun, tetapi tetap terlihat bugar dan awet muda. Prosedur TRT membantu mereka mencegah penuaan lebih lanjut dan menjaga kesehatan serta kebugaran tubuh mereka.

Sebetulnya, TRT bukanlah prosedur terbaru yang rumit atau sulit diakses. Terapi ini sangat sederhana dan biayanya relatif terjangkau jika dibandingkan dengan manfaat kesehatan yang diperoleh. Hal ini membuatnya tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif atau hanya bisa didapatkan di luar negeri.

Sekarang kita akan membahas lebih lanjut ya terkait TRT ini. Saya akan membaginya menjadi beberapa bagian, yakni: apa itu TRT, siapa yang membutuhkan, proses pemberian, lama terapi, efek samping, dan tempat mendapatkan terapi.

  1. Apa itu TRT

TRT adalah singkatan dari Testosterone Replacement Therapy, yang berarti terapi penggantian hormon testosteron. Prosedur ini bertujuan untuk mengganti hormon testosteron pada tubuh seseorang yang kadarnya sudah mulai menurun. Hormon testosteron sendiri memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh pria, mulai dari menjaga mood, meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan otak, hingga mendukung sistem imun tubuh. Selain itu, testosteron juga membantu mempertahankan kepadatan tulang, memproduksi sel darah merah, dan membentuk otot.

Dalam bidang kesehatan seksual pria, hormon ini memiliki fungsi yang sangat krusial. Testosteron berperan dalam pemanjangan penis selama masa kanak-kanak, produksi sperma, meningkatkan libido, dan mendukung fungsi ereksi. Pada wanita, hormon testosteron juga memiliki peran penting, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan pada pria. Oleh karena itu, gejala kekurangan hormon ini cenderung lebih dominan dan terasa pada pria.

Secara sederhana, hormon testosteron bisa diibaratkan seperti “bensin” bagi tubuh pria. Ketika kadar hormon ini menurun, tubuh kita seperti mesin yang kekurangan bahan bakar. Mesin tersebut menjadi ngadat, terhambat, atau bahkan macet total. Dalam kondisi ini, “pengisian bensin” melalui TRT menjadi sangat diperlukan agar tubuh kembali bekerja dengan optimal seperti sediakala.

  1. Siapa yang memerlukan TRT

Pemberian TRT sangat disarankan bagi pria yang mengalami kekurangan hormon testosteron, atau yang dalam istilah medis disebut late onset hypogonadism (LOH) dan dalam bahasa awam dikenal sebagai andropause. Jika di kalangan wanita kita familiar dengan istilah menopause, maka di kalangan pria ada kondisi serupa yang juga memerlukan penambahan hormon. Penyakit ini paling sering terjadi pada pria berusia di atas 40 tahun, karena pada usia tersebut fungsi produksi hormon biasanya mulai menurun.

Namun, uniknya dari pengalaman saya, tidak jarang saya menemui pria berusia 30-an yang sudah mengalami penurunan kadar testosteron secara drastis. Bahkan, ada beberapa pria muda dengan kadar testosteron yang menyerupai pria berusia 60 tahun. Biasanya, kondisi seperti ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, seperti kegemukan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, jarang berolahraga, kurang tidur, hingga stres yang tinggi.

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki hormon testosteron yang rendah, kita dapat melihat dari dua indikator, yaitu gejala fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Gejala testosteron rendah meliputi mudah lemas, mengantuk, mudah marah, penurunan kemampuan fisik, daya tahan tubuh yang menurun, hingga gangguan fungsi seksual. Penurunan fungsi seksual ini sering saya temui pada pria dengan kadar testosteron rendah, seperti penurunan libido dan gangguan ereksi penis.

Selain gejala, pria juga perlu menjalani pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kadar hormon testosteronnya. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah sebanyak 2–3 cc dari lengan, biasanya pada pagi hari antara pukul 8–10, setelah berpuasa selama 12 jam. Jika dari hasil gejala dan pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar testosteron yang rendah, maka ini menjadi indikasi bahwa pria tersebut membutuhkan TRT.

Jika kondisi testosteron rendah ini dibiarkan dalam jangka panjang, gejala-gejala yang dialami akan semakin berat, dan pria tersebut akan mengalami penuaan yang tidak sehat. Oleh karena itu, penanganan dengan TRT menjadi penting untuk mengembalikan keseimbangan hormon dan mendukung kesehatan secara keseluruhan.

  1. Bagaimana pemberian TRT

Proses pemberian TRT dapat dilakukan melalui beberapa metode, seperti obat minum, suntikan, hingga gel. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya. Salah satu yang sering saya gunakan adalah suntikan hormon testosteron yang diberikan melalui otot di bokong. Kelebihan dari metode ini adalah efeknya yang dapat bertahan cukup lama di dalam tubuh.

Jenis suntikan testosteron ini juga beragam, ada yang bertahan selama tiga minggu, dan ada pula yang bertahan hingga tiga bulan. Pria yang menjalani TRT dengan suntikan akan mendapatkan penyuntikan ulang sesuai durasi kerja obat yang digunakan. Namun, kekurangan dari metode ini adalah rasa nyeri yang timbul saat proses penyuntikan, serta pada beberapa orang dapat menyebabkan rasa pegal di area bokong yang biasanya akan hilang dalam beberapa hari.

Alternatif lain yang juga sering saya gunakan adalah pemberian gel. Dalam metode ini, pasien diberikan gel yang perlu digunakan secara rutin setiap hari. Penggunaannya cukup sederhana, yaitu dengan mengoleskan satu sachet gel setiap pagi ke area perut atau lengan atas pria. Kelebihan dari metode ini adalah kadar testosteron dalam tubuh dapat lebih stabil karena penggunaan harian yang teratur. Namun, kekurangannya adalah pasien harus disiplin menggunakannya setiap hari untuk mendapatkan hasil yang optimal.

  1. Berapa lama pemberian TRT

Pemberian TRT dilakukan secara rutin sesuai dengan jenis obat yang digunakan, dengan pemantauan berkala untuk memastikan efektivitasnya. Durasi seorang pria menjalani TRT tergantung pada respons tubuhnya terhadap terapi. Pada pria yang tubuhnya tidak mampu memproduksi hormon testosteron secara optimal, TRT mungkin perlu diberikan secara berkelanjutan.

Namun, bagi pria yang berhasil memperbaiki pola hidupnya sehingga tubuhnya kembali mampu menghasilkan hormon testosteron secara alami, pemberian TRT bisa dihentikan. Hal ini dapat dilakukan jika kadar hormon testosteron sudah mencapai tingkat optimal dan gejala-gejala yang dialami telah hilang. Pada prinsipnya, kebutuhan dan durasi TRT sangat individual, bergantung pada kondisi tubuh pria yang menjalani terapi ini.

  1. Efek samping TRT

Ini adalah salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh pasien, karena banyak yang khawatir tentang potensi dampak berbahaya dari TRT terhadap tubuh mereka. Salah satu efek yang perlu dimonitor selama proses pemberian TRT adalah kekentalan darah dan kondisi prostat pria. Oleh karena itu, pada pasien-pasien yang menjalani TRT, saya selalu melakukan pemantauan laboratorium secara rutin setiap tiga bulan sekali.

Pemantauan ini bertujuan untuk mencegah efek samping sekaligus menentukan dosis yang tepat untuk tubuh pasien. Jika ditemukan adanya indikasi seperti kekentalan darah yang meningkat, saya akan melakukan intervensi dengan terapi tambahan untuk menjaga kekentalan darah tetap normal. Pada prinsipnya, TRT aman dan minim efek samping jika dilakukan oleh dokter yang terlatih di bidang ini, seperti dokter spesialis andrologi.

Selain itu, perlu diketahui bahwa TRT menggunakan hormon testosteron secara langsung dapat memiliki efek kurang baik terhadap produksi sperma seorang pria. Produksi sperma membutuhkan hormon testosteron yang dihasilkan langsung oleh buah zakar, bukan dari hormon yang diberikan melalui obat-obatan luar. Oleh sebab itu, sebelum memulai TRT, saya selalu bertanya kepada pasien apakah mereka masih berencana untuk memiliki keturunan. Jika pasien masih ingin memiliki keturunan, saya akan menjelaskan potensi efek samping ini secara rinci. Jika mereka tidak keberatan, barulah saya melanjutkan pemberian terapi.

Namun, ada juga jenis TRT tertentu yang cara kerjanya lebih aman untuk produksi sperma. Jenis terapi ini biasanya saya rekomendasikan untuk pasien yang membutuhkan TRT tetapi masih ingin menjaga kualitas spermanya. Dengan pendekatan ini, terapi dapat disesuaikan agar tetap efektif tanpa mengganggu fungsi reproduksi pria.

  1. Di mana bisa mendapatkan TRT

Kabar baik bagi para pria yang ingin menjalani TRT, karena terapi ini sangat memungkinkan untuk dilakukan di Indonesia. Cara termudah untuk memulai adalah dengan mencari informasi tentang dokter andrologi yang berpraktik di kota tempat kita tinggal. Dokter spesialis andrologi dipastikan mampu menjalankan prosedur TRT, karena terapi ini adalah salah satu kompetensi utama yang dipelajari dan didalami oleh setiap dokter andrologi. Meskipun jumlah dokter spesialis andrologi di Indonesia belum begitu banyak, hampir semua kota besar sudah memiliki dokter andrologi yang bertugas.

Pemberian TRT biasanya dilakukan langsung di ruangan praktik dokter tanpa memerlukan tindakan rawat inap. Setelah prosedur selesai, pasien biasanya dapat pulang dalam beberapa menit. Selanjutnya, pasien akan dijadwalkan untuk kontrol ulang sesuai kebutuhan, guna mendapatkan pemberian TRT lanjutan dan memastikan terapi berjalan optimal.

Artikel ini telah direview oleh:
dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top