Perkenalkan saya Miftah (nama samaran) umur 28 tahun. Saya sudah nikah hampir 3 tahun tetapi sampai sekarang saya dan istri belum juga punya anak. Kami berdua sudah sama-sama periksa ke dokter dan dari hasil periksa sperma saya divonis dokter azoospermia. Saya kaget dan cukup terpukul waktu tau hasil tsb. Dokter menyarankan saya untuk bayi tabung tapi kami terkendala biaya yang ternyata sangat besar.
Yang ingin saya tanyakan apakah kondisi ini karena kebiasaan saya waktu remaja dulu? Soalnya saya terbiasa masturbasi sejak SMP sampai masa kuliah, bisa dibilang cukup sering bahkan hampir setiap hari. Apakah kebiasaan itu yang bikin saya jadi tidak punya sperma sekarang?
Lalu apakah masih ada harapan buat saya dan istri untuk bisa punya anak? Dan apa yang sebaiknya saya lakukan sekarang setelah divonis azoospermia?
Terima kasih sebelumnya dokter. Mohon bantuannya 🙏
Terima kasih Bapak Miftah atas pertanyaannya.
Pertama-tama, saya ingin menyampaikan bahwa kondisi yang Bapak dan istri alami ini termasuk ke dalam gangguan kesuburan atau infertilitas, karena sudah lebih dari satu tahun menikah dan belum dikaruniai anak. Dalam dunia medis, ketika pasangan mengalami hal seperti ini, tentu kita perlu melakukan pemeriksaan pada kedua belah pihak, termasuk pemeriksaan analisis sperma pada pria.
Dari cerita Bapak, disebutkan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan azoospermia. Untuk yang belum tahu, azoospermia adalah kondisi di mana tidak ditemukan sel sperma sama sekali di dalam cairan air mani. Normalnya, dalam 1 mililiter air mani, terdapat lebih dari 16 juta sperma. Tapi pada kasus azoospermia, bahkan satu pun sperma tidak ditemukan.
Memang kondisi azoospermia ini merupakan sebuah gangguan yang cukup berat pada seorang pria, karena spermanya tidak ada sama sekali. Padahal jumlah sperma yang banyak itu sangat diperlukan agar dapat terjadinya kehamilan.
Sayangnya, Bapak Miftah tidak menyertakan hasil lengkap dari pemeriksaan laboratorium, padahal ini penting untuk kita bisa analisis lebih lanjut. Karena dalam azoospermia, ada dua jenis penyebab utama yang harus dibedakan lebih dulu: sumbatan (obstruktif) dan gangguan produksi sperma (non-obstruktif).
Untuk membedakannya, perlu dilakukan evaluasi lanjutan. Bisa dimulai dari mengamati karakteristik air mani, seperti jumlah cairan, kekentalan, dan pH-nya, serta pemeriksaan biokimia tambahan seperti kadar fruktosa atau marker lain di cairan mani. Kalau diduga karena sumbatan, biasanya dokter akan menyarankan pemeriksaan lanjutan seperti USG transrektal atau skrotal untuk mencari tahu apakah ada hambatan di saluran sperma.
Kalau penyebabnya karena gangguan produksi di testis, ini yang kita sebut dengan masalah “pabrik”. Dan ini cukup sering saya temui di praktik. Ada banyak faktor penyebabnya: bisa karena genetik, terutama kalau ada riwayat serupa di keluarga; bisa karena gangguan hormon; paparan bahan kimia atau panas berlebih; bahkan riwayat infeksi organ reproduksi di masa lalu juga bisa berpengaruh. Untuk memastikannya, perlu dilakukan wawancara medis mendalam, pemeriksaan buah zakar, dan pemeriksaan laboratorium hormon serta genetik jika diperlukan.
Nah, terkait pertanyaan Bapak: apakah kebiasaan masturbasi sejak remaja bisa menyebabkan azoospermia? Jawabannya: tidak. Sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa masturbasi, meskipun dilakukan cukup sering, bisa menyebabkan seseorang menjadi azoospermia. Karena produksi sperma itu terus berjalan, dan tidak akan habis hanya karena sering dikeluarkan. Jadi, pasti ada penyebab lain yang menyebabkan kondisi ini, dan perlu ditelusuri lebih lanjut.
Langkah yang bisa Bapak lakukan sekarang, pertama-tama adalah mengulang pemeriksaan sperma minimal dua kali, dengan jeda waktu Hal ini penting karena diagnosis azoospermia harus ditegakkan berdasarkan minimal dua kali hasil pemeriksaan yang konsisten, untuk menghindari kesalahan teknis. Yang paling penting juga, pastikan untuk memeriksanya di laboratorium yang terstandar agar hasilnya betul-betul valid. Untuk tahu tempat laboratorium pemeriksaan sperma yang terstandar, kita bisa menanyakan ke dokter andrologi yang berpraktek di kota tersebut.
Selanjutnya, saya sarankan Bapak berkonsultasi langsung dengan dokter andrologi. Nantinya, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh: mulai dari wawancara riwayat medis, pemeriksaan fisik seperti ukuran dan kekencangan buah zakar, hingga evaluasi kadar hormon, juga pemeriksaan genetic jika diperlukan. Dari situ baru bisa ditentukan apakah memungkinkan dilakukan terapi terlebih dahulu, seperti terapi hormon untuk merangsang produksi sperma. Sambil menjalani terapi biasanya akan dilakukan evaluasi, saran saya tetap perbaiki pola hidup sehat agar mengoptimalkan pembentukan sperma.
Jika setelah beberapa bulan terapi masih tidak ditemukan sperma di air mani, maka opsi selanjutnya adalah prosedur medis bernama sperm retrieval, yaitu pencarian sperma langsung dari testis menggunakan prosedur pembedahan. Kalau ditemukan, sperma ini bisa digunakan untuk program bayi tabung atau IVF.
Saya paham, tindakan bayi tabung ini biayanya tidak kecil. Tapi saran saya, jangan langsung putus asa. Masih banyak pasangan yang akhirnya berhasil punya anak walaupun awalnya divonis azoospermia. Kalau memungkinkan, mulailah menabung dan persiapkan mental serta fisik. Siapa tahu nantinya ada rezeki, baik dari segi finansial maupun kesehatan, yang memudahkan jalan ke arah program bayi tabung.
Satu hal lagi yang penting, Bapak tidak menyebutkan berapa usia istri. Ini penting, karena kalau usia istri sudah di atas 35 tahun, angka keberhasilan bayi tabung akan menurun seiring waktu. Tapi kalau istri masih di bawah 30-an, masih ada waktu yang cukup baik untuk menyiapkan semuanya.
Semoga penjelasan ini bisa membantu, dan saya doakan semoga Bapak dan istri diberi kelancaran serta jalan keluar yang terbaik. Jangan ragu untuk konsultasi langsung ke dokter andrologi agar mendapatkan penanganan yang tepat dan sesuai kondisi masing-masing. Semangat terus, Pak!