Banyak pria takut menjalani terapi testosteron (Testosterone Replacement Therapy, TRT) karena mengira proses ini sama berbahayanya dengan penyalahgunaan steroid pembesar otot. Padahal, kedua hal tersebut memiliki tujuan dan prosedur yang sangat berbeda. Memang, baik TRT maupun penggunaan steroid sama-sama meningkatkan kadar testosteron dalam tubuh, tetapi tujuannya berbeda, begitu pula konsekuensi yang ditimbulkan.
Pada TRT, tujuan utamanya adalah mengembalikan kadar testosteron ke angka normal. Terapi ini dilakukan oleh dokter andrologi dengan resep obat-obatan yang sudah terstandar. Pasien juga menjalani pengecekan dan evaluasi rutin agar terapi tetap aman serta meminimalkan efek samping. Dalam konteks TRT, dosis testosteron yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tubuh, sehingga menjaga keseimbangan hormon tetap optimal.
Berbeda dengan penyalahgunaan steroid yang umumnya ditemui pada orang yang ingin membesarkan otot secara cepat. Dalam kasus tersebut, dosis yang digunakan sering kali sangat tinggi—bahkan hingga 10 kali lipat dari dosis TRT, karena sasarannya adalah meningkatkan testosteron hingga jauh di atas ambang normal. Akibatnya, risiko efek samping serius meningkat, baik untuk kesehatan organ dalam, keseimbangan hormon lainnya, maupun kondisi psikologis.
Ingat, hormon testosteron bisa diibaratkan “pedang bermata dua.” Jika kadarnya terlalu rendah, berbagai masalah kesehatan dapat muncul, seperti kelelahan, penurunan libido, dan gangguan mood. Namun, apabila kadarnya terlalu tinggi karena penyalahgunaan steroid, tubuh justru berpotensi mengalami efek samping berbahaya seperti kerusakan hati, gangguan kardiovaskular, hingga masalah kesuburan. Oleh karena itu, idealnya kadar testosteron berada pada level normal yang sesuai kebutuhan tubuh.
Artikel ini telah direview oleh:
dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And