Tidak Pernah Masturbasi Berbahaya Ke Tubuh?

Masturbasi adalah salah satu topik yang sering ditanyakan, terutama oleh pria usia produktif. Banyak dari mereka merasa bingung antara keinginan untuk tidak melakukan masturbasi dan kekhawatiran akan dampaknya bagi kesehatan tubuh. Apakah benar tidak pernah masturbasi bisa membahayakan tubuh? Apakah justru sehat?

Untuk menjawab hal ini, mari kita telaah secara ilmiah dalam empat bagian utama: frekuensi masturbasi, dampak kesehatan, pengaruh terhadap hubungan seksual, dan apakah masturbasi itu perlu atau tidak.

1. Frekuensi Masturbasi

Secara medis, tidak ada patokan pasti mengenai frekuensi masturbasi yang dianggap “normal.” Namun, beberapa studi memberikan gambaran statistik berdasarkan kelompok usia produktif pria (18–59 tahun):

  • Frekuensi 0–1 kali per minggu (>25%)
    Ini adalah kelompok terbanyak. Biasanya mereka melakukan masturbasi hanya sesekali. Alasannya bervariasi, mulai dari sudah memiliki pasangan, kesibukan kerja, atau karena mampu mengontrol dorongan seksualnya.

  • Frekuensi 2–3 kali per minggu (±20%)
    Ini umum terjadi pada pria lajang yang masih memiliki waktu luang dan fantasi seksual aktif.

  • Frekuensi >4 kali per minggu (<20%)
    Ini termasuk kelompok dengan aktivitas seksual sangat tinggi. Bisa terjadi karena stres, kesepian, atau bahkan adanya kecanduan masturbasi yang belum disadari.

Tidak ada satu jawaban pasti mengenai frekuensi ideal. Yang terpenting adalah sejauh mana aktivitas tersebut tidak mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan, atau kesehatan fisik dan mental. Jika seseorang merasa nyaman tanpa masturbasi, maka itu sepenuhnya normal. Begitu pula sebaliknya, selama masih dalam batas wajar.

2. Dampak Kesehatan

Salah satu mitos yang sering muncul adalah: tidak pernah masturbasi dapat membahayakan kesehatan prostat. Pernyataan ini sering dikaitkan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pria yang melakukan ejakulasi lebih dari 21 kali per bulan memiliki risiko kanker prostat lebih rendah dibandingkan mereka yang lebih jarang ejakulasi.

Namun, kita harus berhati-hati dalam menafsirkan data tersebut. Ejakulasi memang memiliki efek menurunkan ketegangan saraf simpatik, sehingga mengurangi stres dan potensi pertumbuhan sel abnormal pada prostat. Namun, bukan berarti tidak masturbasi akan langsung menyebabkan kanker prostat. Risiko kanker bersifat multifaktorial, dan tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi ejakulasi.

Tubuh pria memproduksi sperma secara alami setiap hari. Jika tidak dikeluarkan, tubuh memiliki mekanisme otomatis seperti reabsorpsi (penyerapan kembali oleh tubuh) atau mimpi basah untuk mengatur kelebihan tersebut. Jadi, tidak masturbasi tidak akan menyebabkan pembengkakan buah zakar atau penyakit.

Sebaliknya, jika masturbasi dilakukan secara berlebihan, justru bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan seksual. Beberapa pria bahkan mengalami gangguan ereksi atau penurunan sensitivitas akibat stimulasi berlebih.

3. Pengaruh Terhadap Hubungan Seksual

Masturbasi dalam batas wajar dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang tubuh sendiri. Pria yang terbiasa mengenal zona sensitif tubuhnya cenderung lebih percaya diri dan komunikatif saat berhubungan seksual dengan pasangan, karena telah memahami apa yang membuatnya nyaman.

Namun, pria yang tidak pernah masturbasi sama sekali mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dalam pengalaman seksual pertama. Hal ini wajar dan tidak perlu dikhawatirkan, karena keterampilan seksual juga merupakan hal yang bisa dipelajari dan berkembang seiring waktu bersama pasangan.

4. Apakah Masturbasi Itu Perlu?

Jawabannya adalah: tidak harus.

Jika seseorang merasa nyaman dan tenang tanpa melakukan masturbasi sama sekali, maka hal tersebut sangat boleh dan sehat secara mental maupun fisik. Namun, terdapat beberapa kondisi medis tertentu di mana masturbasi dapat disarankan, seperti:

  • Untuk terapi ejakulasi dini

  • Untuk pengambilan sampel sperma dalam pemeriksaan kesuburan

  • Untuk menjaga kesehatan saluran reproduksi pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh (LDM)

Di sisi lain, jika dorongan seksual terlalu kuat dan belum memungkinkan untuk menikah, masturbasi bisa menjadi alternatif yang lebih aman daripada melakukan hubungan seksual bebas yang berisiko, seperti kehamilan tidak diinginkan atau infeksi menular seksual.

Bagi mereka yang ingin berhenti total karena alasan pribadi atau spiritual, tentu boleh saja dilakukan. Namun, perlu diingat bahwa proses ini mungkin menimbulkan tantangan, terutama di awal masa adaptasi. Aktivitas fisik, olahraga, dan manajemen stres sangat membantu dalam proses pengalihan dari kebiasaan masturbasi yang lama.

Tidak pernah masturbasi bukanlah hal yang berbahaya, selama dijalani dengan sadar dan nyaman. Yang paling penting adalah memahami kondisi tubuh sendiri, mengenali batasan, dan menjalani kebiasaan seksual yang sehat tanpa membahayakan diri maupun orang lain. Masturbasi bukan suatu kewajiban, dan keputusan untuk melakukannya atau tidak sepenuhnya adalah hak pribadi.

Artikel ini telah direview oleh:

dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top