Siang dok saya Ilham (nama samaran) umur 53 tahun. Saya ingin berkonsultasi mengenai masalah ereksi yang sudah cukup lama saya alami. Gangguan ereksinya mulai muncul sekitar 1 tahun lalu tapi saya rasa sekarang makin memberat dari biasanya. Kalau dulu masih bisa dipaksakan untuk masuk kelamin istri sekarang malah tidak bisa sama sekali. Mau di rangsang seperti apapun tetap saja tidak bisa keras sama sekali.
Saya sudah memeriksakan diri ke dokter dan diberi obat sildenafil 50 mg tapi yang saya rasa setelah minum tidak ada perbaikan signifikan hanya membesar sebentar. Kata dokter yang memeriksa penyebabnya dikarenakan stres dan kejenuhan, tapi saya merasa stres saya masih terkontrol saja. Memang kondisi impoten ini bikin saya cemas tapi rasa-rasanya tidak sampai bikin saya cemas berlebihan.
Saya dulu perokok berat selama puluhan tahun sejak SMA, tetapi sejak masalah ini muncul saya sudah berhenti merokok selama 1 tahun. Saya juga punya penyakit diabetes tetapi gula darah terakhir saya saat dicek di puskesmas satu bulan lalu dalam kondisi terkontrol (gula darah 147). Obat yang saya minum metformin 2x sehari.
Kondisi gangguan ini bikin hubungan saya dengan istri jadi renggang. Pernah suatu kali istri marah sekali karena saat hubungan badan kami gagal di tengah jalan dan istri bilang kalau saya tidak serius dalam pengobatan. Padahal sejujurnya saya sudah berusaha sekali untuk berobat. Akhirnya belakangan ini saya berusaha menghindar kalau diajak istri hubungan badan karena takut mengecewakan lagi.
Sekarang untuk kondisi saya ini apakah betul disebabkan stres? Solusinya bagaimana ya dok agar saya bisa sembuh? Terima kasih.
Gejala Khas Disfungsi Ereksi: Penurunan EHS
Dalam dunia andrologi, kualitas ereksi sering dinilai dengan skala Erection Hardness Score (EHS). Skor ini sederhana, tapi sangat membantu dalam menentukan seberapa berat gangguan ereksi:
-
EHS 1: Penis membesar tapi tidak keras.
-
EHS 2: Penis keras, tapi belum cukup untuk penetrasi.
-
EHS 3: Penis cukup keras untuk penetrasi, tapi tidak sepenuhnya padat.
-
EHS 4: Ereksi maksimal, keras sempurna.
Pada kasus Pak Ilham, kemungkinan EHS berada di level 1–2, karena sudah tidak bisa digunakan penetrasi. Ini merupakan tanda jelas adanya disfungsi ereksi organik.
Kenapa Obat Kuat Tidak Optimal?
Sildenafil dan obat sejenisnya (Viagra, tadalafil, vardenafil) memang efektif, tapi tidak bekerja otomatis. Ada beberapa syarat agar hasilnya maksimal:
-
Diminum saat perut kosong. Kalau diminum setelah makan berat, terutama makanan berlemak, penyerapannya akan terganggu.
-
Perlu rangsangan seksual. Obat ini hanya membantu memperkuat sinyal ereksi, tapi tetap butuh rangsangan dari pasangan.
-
Diminum 1 jam sebelum berhubungan. Jadi tidak bisa langsung diminum lalu bereaksi cepat.
Selain faktor teknis, ada penyebab medis lain yang bisa membuat obat kuat kurang efektif. Yang paling sering adalah kadar testosteron rendah (hipogonadisme), terutama bila disertai penyakit kronis seperti diabetes.
Menariknya, kadang kadar testosteron pasien terlihat “normal” di laboratorium, padahal sebenarnya rendah untuk kondisi tubuhnya. Interpretasi nilai testosteron memang harus hati-hati dan sebaiknya diperiksa oleh dokter andrologi.
Peran Hormon Testosteron
Ada penelitian yang menunjukkan bahwa pria yang tidak responsif terhadap obat kuat bisa membaik setelah mendapatkan terapi testosteron. Bahkan, sebagian pasien yang sebelumnya bergantung pada obat kuat bisa kembali ereksi tanpa obat setelah kadar hormonnya dikoreksi.
Hal ini terjadi karena testosteron berpengaruh bukan hanya pada penis, tapi juga pada otak, libido, dan respon saraf terhadap rangsangan seksual.
Riwayat Diabetes dan Gaya Hidup
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah riwayat diabetes. Walaupun Pak Ilham menyebut gula darahnya “terkontrol”, angka 147 mg/dl perlu dilihat lebih detail:
-
Apakah ini gula darah puasa, atau 2 jam setelah makan?
-
Normalnya gula darah puasa <100 mg/dl, dan 2 jam setelah makan <140 mg/dl.
-
Lebih akurat lagi bila dicek HbA1c, yang menggambarkan kontrol gula darah selama 3 bulan terakhir.
Kalau HbA1c masih tinggi, artinya pengendalian diabetes perlu ditingkatkan lagi. Ingat, diabetes merusak pembuluh darah kecil dan saraf, termasuk yang mengatur ereksi.
Berhenti merokok adalah langkah sangat baik, karena rokok mempercepat kerusakan pembuluh darah. Namun tentu perlu dilanjutkan dengan pola hidup sehat lain: olahraga teratur, menjaga berat badan, serta mengatur pola makan.
Apakah Betul Karena Stres?
Banyak orang mengira gangguan ereksi di usia 50-an murni karena stres atau faktor psikologis. Padahal, di usia lanjut biasanya penyebabnya campuran:
-
Faktor organik: diabetes, kerusakan pembuluh darah, testosteron rendah.
-
Faktor psikologis: kecemasan, rasa gagal, hubungan dengan pasangan.
Pak Ilham merasa stresnya terkendali, tapi dari ceritanya jelas ada kecemasan saat berhubungan dengan istri. Kecemasan ini bisa memperparah kondisi organik yang sudah ada. Jadi penyebabnya tidak bisa disederhanakan hanya “stres saja”.
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk kasus seperti ini, langkah yang saya sarankan adalah:
-
Perbaiki pola hidup: olahraga, jaga berat badan, makan sehat, tidur cukup.
-
Cek laboratorium lengkap: testosteron, gula darah puasa, 2 jam post-prandial, HbA1c, kolesterol, asam urat.
-
Evaluasi obat diabetes: mungkin perlu penyesuaian dosis bila HbA1c masih tinggi.
-
Konsultasi ke dokter andrologi: untuk menilai apakah perlu terapi testosteron, kombinasi obat, atau terapi ereksi lain seperti injeksi atau terapi gelombang kejut (Li-ESWT).
-
Libatkan pasangan: komunikasi terbuka sangat penting agar tidak saling menyalahkan.
Kesimpulan
Gangguan ereksi seperti pada Pak Ilham bukan sekadar masalah stres. Di usia 50-an, penyebabnya biasanya kombinasi faktor pembuluh darah, hormon, diabetes, dan sedikit faktor psikologis. Sildenafil bisa membantu, tapi jika tidak optimal perlu evaluasi lebih lanjut.
Jangan ragu untuk periksa ke dokter andrologi agar mendapatkan solusi yang tepat. Dengan terapi yang sesuai, banyak pasien yang bisa kembali mendapatkan ereksi memuaskan, bahkan memperbaiki keharmonisan rumah tangga.