Terapi testosteron atau Testosterone Replacement Therapy (TRT) sering disebut-sebut berbahaya karena dianggap bisa memicu gangguan prostat, termasuk kanker prostat. Kekhawatiran ini wajar, karena banyak orang menemukan informasi tersebut di Google atau media populer. Namun, apakah benar terapi testosteron secara otomatis membuat pria lebih berisiko terkena kanker prostat?
Jawabannya tidak sesederhana itu. Memang ada penelitian lama yang menimbulkan kekhawatiran, tetapi bukti ilmiah terbaru menunjukkan fakta yang berbeda. Artikel ini akan membahas sejarah munculnya isu tersebut, teori medis terbaru, hingga hasil penelitian terkini mengenai keamanan terapi testosteron bagi kesehatan prostat.
Apa Itu Prostat dan Apa Fungsinya?
Prostat adalah kelenjar kecil pada sistem reproduksi pria yang berbentuk seperti kacang kenari. Letaknya berada tepat di bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kemih (uretra). Prostat berfungsi menghasilkan sebagian besar cairan ejakulasi yang membawa sperma, sekaligus membantu mengatur fungsi berkemih. Karena posisinya yang vital, gangguan pada prostat dapat memengaruhi kesuburan maupun kualitas hidup seorang pria.
Sejarah Awal Kekhawatiran: Penelitian Huggins
Terapi testosteron pertama kali ditemukan pada tahun 1935 dari ekstraksi testis binatang, lalu mulai dikembangkan secara luas pada 1940-an untuk pria dengan gangguan hormon testosteron. Namun pada tahun 1941, Dr. Charles Huggins mempublikasikan penelitian yang menyatakan bahwa pemberian testosteron bisa memicu pertumbuhan kanker prostat.
Penelitian ini sangat berpengaruh pada masanya dan membuat terapi testosteron sempat dianggap berbahaya. Sayangnya, penelitian Huggins punya banyak keterbatasan. Studi tersebut hanya melibatkan tiga pasien, dua di antaranya dilaporkan, dan salah satu pasien bahkan sudah dikebiri testisnya sebelum terapi. Penanda laboratorium yang digunakan kala itu adalah acid phosphatase, yang kini sudah ditinggalkan karena tidak akurat. Saat ini, pemeriksaan kanker prostat jauh lebih valid menggunakan PSA (Prostate-Specific Antigen).
Dengan data yang sangat terbatas tersebut, kesimpulan Huggins kini dinilai tidak mewakili kondisi pria sehat dengan prostat normal.
Hubungan Testosteron dan Prostat: Teori Saturasi
Seiring berjalannya waktu, penelitian modern menemukan fakta baru. Prostat memang memerlukan testosteron untuk berfungsi normal. Jika kadar testosteron terlalu rendah, prostat akan mengecil. Jika hormon ini dinaikkan kembali ke tingkat normal, ukuran prostat akan sedikit membesar. Tetapi, setelah mencapai titik tertentu, penambahan testosteron lebih banyak tidak membuat prostat semakin besar.
Konsep ini dikenal sebagai teori saturasi prostat, yang diperkenalkan oleh Abraham Morgentaler. Teorinya mirip seperti spons: ketika sudah penuh dengan air, tambahan air tidak akan membuat spons semakin besar.
Fakta menarik lainnya, kanker prostat justru lebih sering ditemukan pada pria berusia lanjut di atas 65 tahun, saat kadar testosteron alami mereka sebenarnya rendah. Sebaliknya, pada remaja atau pria muda dengan kadar testosteron tinggi, kanker prostat hampir tidak pernah ditemukan. Hal ini memperkuat teori bahwa testosteron tinggi tidak otomatis memicu kanker prostat.
Penelitian Terbaru tentang TRT dan Prostat
Penelitian modern memberikan bukti yang lebih jelas mengenai keamanan terapi testosteron. Studi besar Traverse Trial 2023 yang melibatkan lebih dari 5.200 pria selama hampir tiga tahun menemukan bahwa terapi testosteron hanya sedikit meningkatkan kadar PSA, sesuai teori saturasi. Namun, tidak ditemukan peningkatan risiko kanker prostat, pembesaran prostat jinak (BPH), maupun gangguan berkemih pada kelompok yang mendapat terapi dibandingkan plasebo.
👉 Baca di JAMA 2023
Selain itu, meta-analisis lain menunjukkan bahwa pria yang menjalani terapi testosteron justru memiliki risiko kanker prostat lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mendapat terapi.
👉 Lihat referensi PubMed 2019
Pada pasien dengan kanker prostat risiko rendah yang dipantau melalui active surveillance, penelitian terbaru menemukan bahwa terapi testosteron tetap aman dan tidak mempercepat perkembangan kanker.
👉 Baca PubMed 2015 | PubMed 2024
Bahkan pada pasien yang sudah menjalani operasi pengangkatan prostat total (radikal prostatektomi), beberapa penelitian membuktikan terapi testosteron dapat diberikan dengan aman, asalkan dalam pemantauan dokter spesialis.
👉 Referensi AUA Journal | PubMed 2020
Apakah Terapi Testosteron Aman untuk Prostat?
Berdasarkan data terbaru, terapi testosteron tidak terbukti menyebabkan kanker prostat. Meski begitu, setiap pria tetap perlu menjalani pemeriksaan rutin sebelum dan selama terapi. Pemeriksaan PSA dan colok dubur (DRE) sangat penting untuk mendeteksi dini kelainan prostat. Jika PSA meningkat secara mencurigakan, dokter biasanya akan melanjutkan dengan biopsi prostat.
Penting juga diingat bahwa kanker prostat tetap merupakan penyakit serius. Karena itu, pria di atas 40 tahun disarankan melakukan pemeriksaan rutin, terutama bila ada riwayat keluarga dengan kanker prostat. Jika kanker benar-benar terdeteksi, penanganannya bisa berupa operasi, radioterapi, hingga terapi penekan hormon.
Kesimpulan
Kekhawatiran bahwa terapi testosteron berbahaya bagi prostat berakar dari penelitian lama yang kini sudah dianggap tidak akurat. Bukti ilmiah terbaru menunjukkan bahwa terapi testosteron aman bila dilakukan dengan indikasi medis yang jelas, pemantauan ketat, dan di bawah pengawasan dokter andrologi atau urologi.
Jadi, pria dengan kadar testosteron rendah tidak perlu takut berlebihan. Yang terpenting adalah melakukan terapi secara benar, bukan sembarangan, dan tetap menjalani pemeriksaan kesehatan prostat secara berkala.
Artikel ini telah direview oleh:
dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And