Sebuah data menunjukkan kalau banyaknya sperma pria dari tahun ke tahun itu semakin sedikit, bahkan penurunan drastis mencapai 50% dalam waktu sekitar 40 tahun!
Pada tahun 2017 ada sebuah penelitian yang cukup menggemparkan di rilis. Judul penelitiannya adalah “Temporal Trends in Sperm Count: A Systematic Review and Meta-Regression Analysis” yang isinya meneliti bagaimana jumlah sperma pada orang-orang yang tinggal di benua Eropa, Australia, Amerika, dan New Zealand, dan ditemukan hasil bahwa jika jumlah sperma pria dewasa jika dibandingkan mulai dari tahun 1973 sampai dengan 2011 ditemukan terjadi penurunan hingga 52,4% alias sebesar 1,4% tahun. Jadi jika di tahun 1973 rata-rata banyaknya sperma pria adalah 99 juta/ml maka di tahun 2011 ditemukan menurun menjadi 47,1 juta/ml.
Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran, karena dalam kurun waktu 38 tahun saja sudah terjadi penurunan rata-rata yang signifikan, kira-kira apa yang akan terjadi pada puluhan tahun yang akan datang? Bukan tidak mungkin sperma pria menjadi semakin rentan terjadi gangguan yang dapat mengganggu kesuburan pria lebih banyak lagi. Hal ini dikarenakan untuk terjadinya kehamilan pada wanita, diperlukan jumlah sperma yang optimal. Semakin banyak jumlah sperma dan kualitasnya semakin baik, maka kemungkinan terjadinya hamil semakin tinggi pula.
Sekarang pertanyaan besarnya adalah, apa yang menyebabkan terjadinya penurunan rata-rata jumlah sperma yang drastis setiap tahunnya?
Ada berbagai faktor penyebab yang dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma ini, antara lain peningkatan paparan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu hormon, atau yang sering dikenal sebagai endocrine-disrupting chemicals (EDC), sebagai contoh ada bahan pthalat, BPA, bahan tahan api, dan pestisida. Faktor-faktor lain yang juga berperan adalah faktor gaya hidup seperti stres, makanan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, merokok, alkohol, dan penggunaan obat-obatan.
Tentu kita tidak bisa menampik bahwa seiring bertambahnya waktu, polusi lingkungan seringkali semakin berat sementara gaya hidup manusia menjadi lebih pasif karena terbantu oleh perkembangan teknologi. Padahal jumlah sperma pria sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan lingkungan sekitar, sehingga ia akan terkena dampak negatif dari kondisi ini.
Yang perlu diketahui lagi, gangguan ini sejak seseorang masih dalam kandungan ibunya, semisal saat ia masih di dalam janin ibunya terpapar asap rokok secara aktif ataupun pasif, atau terkena paparan bahan kimia berbahaya, dan sakit berat, maka hal ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya gangguan fungsi reproduksi pada anak laki-lakinya kelak. Inilah yang disebut dengan organizational effects, alias terjadinya gangguan sejak awal seseorang masih di dalam janin dan dapat menyebabkan gangguan permanen fungsi reproduksi.
Atau dapat pula terjadi seiring berjalannya waktu saat seseorang tersebut beranjak dewasa. Di mana karena pola hidup dan lingkungan yang tidak sehat tadi membuat spermanya semakin terjadi gangguan. Keadaan ini disebut dengan activational effects, yang terjadi karena saat seseorang semakin dewasa.
Karena fungsi sperma ini ditentukan oleh faktor tubuh kita secara luas, itulah mengapa orang-orang yang spermanya baik cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih, sementara pada orang-orang yang spermanya memiliki gangguan, rentan terkena berbagai penyakit.
Dengan melihat fenomena penurunan sperma yang terjadi setiap tahunnya, maka hal ini harus menjadi kewaspadaan, terutama bagi pria untuk menjaga pola hidupnya agar lebih sehat lagi sehingga fungsi spermanya dapat terus terjaga.
Artikel ini telah direview oleh:
dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And